Berikut ini adalah sebuah cerita rakyat asal jawa barat yang cukup familiar di indonesia yang mengandung pesan moral sebagai refleksi diri bagi kita semua.
Awalnya diceritakan di kahyangan ada sepasang dewa dan dewi yang berbuat  kesalahan, maka oleh Sang Hyang Tunggal mereka dikutuk turun ke bumi  dalam wujud hewan. Sang dewi berubah menjadi babi hutan (celeng) bernama  celeng Wayung Hyang, sedangkan sang dewa berubah menjadi anjing bernama  si Tumang. Mereka harus turun ke bumi menjalankan hukuman dan bertapa  mohon pengampunan agar dapat kembali ke wujudnya menjadi dewa-dewi  kembali.
Diceritakan bahwa Raja Sungging Perbangkara tengah pergi berburu. Di  tengah hutan Sang Raja membuang air seni yang tertampung dalam daun  caring (keladi hutan), dalam versi lain disebutkan air kemih sang raja  tertampung dalam batok kelapa. Seekor babi hutan betina bernama Celeng  Wayung Hyang yang tengah bertapa sedang kehausan, ia kemudian tanpa  sengaja meminum air seni sang raja tadi. Wayung Hyang secara ajaib hamil  dan melahirkan seorang bayi yang cantik, karena pada dasarnya ia adalah  seorang dewi. Bayi cantik itu ditemukan di tengah hutan oleh sang raja  yang tidak menyadari bahwa ia adalah putrinya. Bayi perempuan itu dibawa  ke keraton oleh ayahnya dan diberi nama Dayang Sumbi alias Rarasati.  Dayang Sumbi tumbuh menjadi gadis yang amat cantik jelita. Banyak para  raja dan pangeran yang ingin meminangnya, tetapi seorang pun tidak ada  yang diterima.
Akhirnya para raja saling berperang di antara sesamanya. Dayang Sumbi  pun atas permintaannya sendiri mengasingkan diri di sebuah bukit  ditemani seekor anjing jantan yaitu Si Tumang. Ketika sedang asyik  menenun kain, torompong (torak) yang tengah digunakan bertenun kain  terjatuh ke bawah bale-bale. Dayang Sumbi karena merasa malas, terlontar  ucapan tanpa dipikir dulu, dia berjanji siapa pun yang mengambilkan  torak yang terjatuh bila berjenis kelamin laki-laki, akan dijadikan  suaminya, jika perempuan akan dijadikan saudarinya. Si Tumang  mengambilkan torak dan diberikan kepada Dayang Sumbi. Akibat  perkataannya itu Dayang Sumbi harus memegang teguh persumpahan dan  janjinya, maka ia pun harus menikahi si Tumang. Karena malu, kerajaan  mengasingkan Dayang Sumbi ke hutan untuk hidup hanya ditemani si Tumang.  Pada malam bulan purnama, si Tumang dapat kembali ke wujud aslinya  sebagai dewa yang tampan, Dayang Sumbi mengira ia bermimpi bercumbu  dengan dewa yang tampan yang sesungguhnya adalah wujud asli si Tumang.  Maka Dayang Sumbi akhirnya melahirkan bayi laki-laki yang diberi nama  Sangkuriang. Sangkuriang tumbuh menjadi anak yang kuat dan tampan.
Suatu ketika Dayang Sumbi tengah mengidamkan makan hati menjangan, maka  ia memerintahkan Sangkuriang ditemani si Tumang untuk berburu ke hutan.  Setelah sekian lama Sangkuriang berburu, tetapi tidak nampak hewan  buruan seekorpun. Hingga akhirnya Sangkuriang melihat seekor babi hutan  yang gemuk melarikan diri. Sangkuriang menyuruh si Tumang untuk mengejar  babi hutan yang ternyata adalah Celeng Wayung Hyang. Karena si Tumang  mengenali Celeng Wayung Hyang adalah nenek dari Sangkuriang sendiri maka  si Tumang tidak menurut. Karena kesal Sangkuriang menakut-nakuti si  Tumang dengan panah, akan tetapi secara tak sengaja anak panah terlepas  dan si Tumang terbunuh tertusuk anak panah. Sangkuriang bingung, lalu  karena tak dapat hewan buruan maka Sangkuriang pun menyembelih tubuh si  Tumang dan mengambil hatinya. Hati si Tumang oleh Sangkuriang diberikan  kepada Dayang Sumbi, lalu dimasak dan dimakannya. Setelah Dayang Sumbi  mengetahui bahwa yang dimakannya adalah hati si Tumang, suaminya  sendiri, maka kemarahannya pun memuncak serta-merta kepala Sangkuriang  dipukul dengan sendok yang terbuat dari tempurung kelapa sehingga  terluka.
Sangkuriang ketakutan dan lari meninggalkan rumah. Dayang Sumbi yang  menyesali perbuatannya telah mengusir anaknya, mencari dan  memanggil-manggil Sangkuriang ke hutan memohonnya untuk segera pulang,  akan tetapi Sangkuriang telah pergi. Dayang Sumbi sangat sedih dan  memohon kepada Sang Hyang Tunggal agar kelak dipertemukan kembali dengan  anaknya.
Untuk itu Dayang Sumbi menjalankan tapa dan laku hanya memakan  tumbuh-tumbuhan dan sayuran mentah (lalapan). Sangkuriang sendiri pergi  mengembara mengelilingi dunia. Sangkuriang pergi berguru kepada banyak  pertapa sakti, sehingga Sangkuriang kini bukan bocah lagi, tetapi telah  tumbuh menjadi seorang pemuda yang kuat, sakti, dan gagah perkasa.  Setelah sekian lama berjalan ke arah timur akhirnya sampailah di arah  barat lagi dan tanpa sadar telah tiba kembali di tempat Dayang Sumbi,  ibunya berada. Sangkuriang tidak mengenali bahwa putri cantik yang  ditemukannya adalah Dayang Sumbi - ibunya. Karena Dayang Sumbi melakukan  tapa dan laku hanya memakan tanaman mentah, maka Dayang Sumbi menjadi  tetap cantik dan awet muda.
Dayang Sumbi pun mulanya tidak menyadari bahwa sang ksatria tampan itu  adalah putranya sendiri. Lalu kedua insan itu berkasih mesra. Saat  Sangkuriang tengah bersandar mesra dan Dayang Sumbi menyisir rambut  Sangkuriang, tanpa sengaja Dayang Sumbi mengetahui bahwa Sangkuriang  adalah putranya, dengan tanda luka di kepalanya, bekas pukulan sendok  Dayang Sumbi. Walau demikian Sangkuriang tetap memaksa untuk  menikahinya. Dayang Sumbi sekuat tenaga berusaha untuk menolak. Maka ia  pun bersiasat untuk menentukan syarat pinangan yang tak mungkin dipenuhi  Sangkuriang. Dayang Sumbi meminta agar Sangkuriang membuatkan perahu  dan telaga (danau) dalam waktu semalam dengan membendung sungai Citarum.  Sangkuriang menyanggupinya.
Maka dibuatlah perahu dari sebuah pohon yang tumbuh di arah timur,  tunggul/pokok pohon itu berubah menjadi gunung ukit Tanggul. Rantingnya  ditumpukkan di sebelah barat dan menjadi Gunung Burangrang. Dengan  bantuan para guriang (makhluk halus), bendungan pun hampir selesai  dikerjakan. Tetapi Dayang Sumbi memohon kepada Sang Hyang Tunggal agar  niat Sangkuriang tidak terlaksana. Dayang Sumbi menebarkan helai kain  boeh rarang (kain putih hasil tenunannya), maka kain putih itu bercahaya  bagai fajar yang merekah di ufuk timur. Para guriang makhluk halus anak  buah Sangkuriang ketakutan karena mengira hari mulai pagi, maka  merekapun lari menghilang bersembunyi di dalam tanah. Karena gagal  memenuhi syarat Dayang Sumbi, Sangkuriang menjadi gusar dan mengamuk. Di  puncak kemarahannya, bendungan yang berada di Sanghyang Tikoro  dijebolnya, sumbat aliran sungai Citarum dilemparkannya ke arah timur  dan menjelma menjadi Gunung Manglayang. Air Talaga Bandung pun menjadi  surut kembali. Perahu yang dikerjakan dengan bersusah payah ditendangnya  ke arah utara dan berubah wujud menjadi Gunung Tangkuban Perahu.
Sangkuriang terus mengejar Dayang Sumbi yang lari menghindari kejaran  anaknya yang telah kehilangan akal sehatnya itu. Dayang Sumbi hampir  tertangkap oleh Sangkuriang di Gunung Putri dan ia pun memohon kepada  Sang Hyang Tunggal agar menyelamatkannya, maka Dayang Sumbi pun berubah  menjadi setangkai bunga jaksi. Adapun Sangkuriang setelah sampai di  sebuah tempat yang disebut dengan Ujung berung akhirnya menghilang ke  alam gaib (ngahiyang).
--- THE END ---
artikel terkait :
cerita rakyat - lutung kasarung
cerita rakyat - asal usul kota banyuwangi
 
 
 
 
 
0 comments:
Post a Comment