Cerpen pendidikan - Saat-saat yang menegangkan adalah saat dimana Ujian Nasional akan dilaksanakan! Itu menurut teman-temanku. Tapi menurutku, Ujian Nasional sama saja seperti ulangan-ulangan biasa. Yang berbeda cuma soal Ujian Nasional di ambil dari pelajaran-pelajaran kelas X, XI, XII.
Seminggu sebelum ujian ini dilaksanakan, aku sudah mempersiapkan diri untuk menghadapinya bersama sahabatku, Naya. Aku bersahabat dengan Naya sejak kelas 7 SMP. Saat itu, dia sudah kelas 8. Tetapi, ketika Naya naik ke SMA, dia pindah ke Ibukota Jakarta dan bersekolah di suatu sekolah yang sangat bagus dan menjadi sekolah idaman semua anak (tidak semua juga sih). Tetapi, karena bisa di kata aku murid yang terkenal cerdas (bukan maksudku sombong) aku menerima ekselerasi di sebuah SMA tempat Naya juga bersekolah. Sungguh sesuatu yang sangat membanggakan untukku.
Setelah aku menerima dan menyetujui ekselerasi itu, akupun mengabari kepada Naya,
“Naya?”
“Iya Nan? Kenapa? Barusan lagi kamu nge-sms aku. Hehe :D ”
“Oh, enggak. Aku cuma mau bilang, aku mau liburan kesana.”
“Oh, ya? Wah. Senang rasanya. Kamu tinggal dimana disini? Kapan-kapan kamu mampir kerumahku yah. Btw, kok tumben kamu liburan ke luar kota? Biasanya kamu pilih liburan di rumah?”
“Hehe. Sebenarnya, bukan sekedar liburan. Aku dapat ekselerasi sekolah disana. Jadi, kira-kira kalau kamu kelas 12 nanti, kita seangkatan.”
“Hah? Iyakah? Wah. Selamat yah Nan. Kamu sudah bisa buktiin kalau kamu bisa. Oh, iya. Sampai jumpa disini yah.”
Naya pun menutup telponku.
Perasaan bangga dan senang yang kini kurasakan. Aku ditemani abangku yang juga bersekolah tepatnya kuliah S1 di Jakarta. Aku memang pernah mengatakan kepada Nia, aku pengen mendapatkan ekselerasi dan bersekolah di tempat suatu sekolah yang menjadi idaman banyak orang. Tetapi, berkat sebuah lomba internasional yang kuikuti, sekolah memberikanku beasiswa dan akupun mendapat ekselerasi.
Ketika aku masuk di sekolah ini, yah Naya sudah kelas 11. Dan ketika pengumuman penaikan kelas, akupun naik ke kelas 12. Dan karena Naya terkenal sebagai anak yang cerdas di sekolah ini, dia dimasukkan di kelas homogen, yaitu kelas khusus untuk anak-anak yang di anggap cerdas dan kelas ini menggunakan 2 bahasa. Inggris-Indonesia. Bukan berarti, kelas-kelas yang lain itu buruk. Dan ketika kelas 12, aku sekelas dengan Naya. Sungguh senang rasanya. Kami kadang bernostalgia ketika masa-masa di SMP dulu dan saling tanya-menanya tentang sahabat-sahabat kami yang dulu seperti Aydhil, Rani, Didit, Dini, Nasha, dan Rian. Mereka masih ada yang menetap kecuali Rani. Dia bersekolah di Bandung. Tapi, komunikasi kami semua masih tetap lancar.
Persiapanku dan Naya menghadapi ujian nasional sudahlah mantap. Kamipun tak lupa memanjatkan doa untuk kelulusan kami. Tetapi ada kabar yang sangat mengejutkan dari Naya. Kesehatannya sangat turun. Penyakitnya yang dia idap semenjak kecil kambuh lagi. terpaksa dia di rawat di rumah sakit selama beberapa hari. Akupun sering menjenguknya bersama abangku. 3 hari lagi, ujian nasional akan diadakan. Dan menurut keterangan dokter, Naya sudah akan bisa keluar dari rumah sakit dalam 2 hari kedepan. Akupun selalu berdoa, semoga Naya bisa mengerjakan soal-soal ujian nasional terakhirnya selama hampir kurang lebih 12 tahun dia bersekolah.
Ujian nasional yang telah lama dinanti-nanti ini akhirnya tiba. Ku lihat, Naya turun dari mobil menggunakan kursi roda. Kemudian kudatangi dia dan ku dorong kursi rodanya menuju ruanganan ujian. Aku sangat kasihan dengan Naya. Walaupun dia lagi sakit, dia tetap masuk sekolah dan melakukan ujian.
Ujian dilaksanakan hanya 3 hari. Setelah ujian nasional berakhir. Ku lihat wajah teman-temanku. Senang, gembira, dan ada juga yang tegang dan bingung bagaimana nanti hasilnya. Dan ku lihat Naya menghampiriku.
“Hay, Nan.”
“Hay, Naya. Gimana nih perasaanmu?”
“Yah, seperti teman-teman yang lainlah, Nan. Semoga hasilnya sangat memuaskan yah Nanda.”
akupun membalasnya dengan senyuman.
Pengumuman kelulusan akan diumumkan dalam kurung waktu 2-3 minggu lagi. aku hanya dapat berdoa dan berdoa. Karena akulah anak paling muda diangkatanku. Aku berbeda setahun dari mereka. Jadi ku pikir, apakah aku bisa? Tapi untung saja ada Naya, dan sahabat-sahabatku yang lain mendukungku. Ku ingat apa yang dikatakan Rani, “Kamu punya mimpi yang besar dan kamu kini bisa mewujudkannya! Yaitu, kamu bisa membanggakan orangtua, kami (sahabat-sahabatmu) dan sekolah di tingkat internasional! Kamupun harus tetap yakin kamu bisa lulus dan kalau perlu, kamupun harus bisa mengalahkan nilai-nilai kami! Kamu pasti bisa!” ku ucapkan baik-baik kata-kata itu di dalam didiriku. Naya pun selalu mendukungku. Akupun selalu mendukungnya.
Hari ini, aku bangun dengan gembira. Bagaimana tidak. Ini adalah hari dimana penamatan akan dilakukan. Aku didampingi abangku menuju gedung tempat penamatan sekolahku dilakukan. Untung saja permohonanku untuk orangtuaku diwakili oleh abangku dikabulkan dengan pertimbangan, jauhnya jarakku dengan orangtuaku. Aku sangat deg-degan menunggu hasilnya dibukakan oleh bapak kepala sekolah. Ku lihat pula wajah teman-teman yang lain. Sepertinya merekapun deg-degan dan adapula yang mulutnya komat-kamit berdoa. Dan oh, ya. Dimana Naya?? Akupun melihat kesekelilingku. Kemudian, ada ku lihat seorang anak menggunakan kursi roda masuk dengan didampingi kedua orangtuanya. Karena ada 3 kursi kosong disampingku, orangtua Naya pun duduk disitu dan seorang guru memindahkan satu kursi karena Naya hanya ingin duduk di kursi rodanya saja. Ku lihat sebuah senyuman terukir di bibir kecil Naya. Dia agak pucat.
Ketika pak kepala sekolah membuka hasilnya, ternyata semua siswa(i) di sekolah kami lulus 100%! Kami semua bersorak gembira. Adapula yang melakukan sujud syukur dan adapula yang menangis bahagia.
“Selamat yah dek. Adek kini sudah membuktikan ke abang klo adek bisa.”
“Iya, bang. Makasih. Dan makasih juga atas doa-doa mas ke adek.” Jawabku sambil tersenyum. Kemudian ku lihat Naya. Dan kemudian ku peluk dan kuucapkan selamat ke Naya. Dan ketika kucek hpku, sudah banyak ucapan selamat dari teman-temanku dan juga sahabat-sahabatku. Ternyata, Aydhil, Rani, Didit, Dini, Nasha, dan Rian lulus pula! Senang rasanya dapat lulus bersama walaupun dengan jarak yang sangat jauh. Apalagi ketika pak Rahmat dan Bu Dzur mengumumkan siswa berprestasi dan mendapat nilai tertinggi di sekolah. Dan syukur alhamdulillah! Akupun kembali membanggakan keluargaku dan juga sahabat-sahabatku! Aku naik sebagai siswa berprestasi bersama Naya! Dan mendapat nilai tertinggi bukan hanya di sekolah, tapi senasional! Akupun kembali mendapat beasiswa. Karena aku juga sering ikut perlombaan mewakili sekolah ketika kelas 10.
Aku dan Naya pun naik keatas panggung dengan keluarga. Kecuali aku yang hanya didampingi oleh kakakku. Aku dan Naya mendapat banyak hadiah dari sekolah walaupun lebih banyak aku. Aku mendapat beasiswa kuliah S1 di Amerika. Ketika di atas panggung, ku lihat Aydhil, Rani, Didit, Dini, Nasha, dan Rian! Dan ku bisik ke Naya bahwa mereka ada di dekat pintu masuk. Ku lihat pula Nasha yang asyik memotret-motret kami di atas. Ku lihat juga, senyum kebahagiaan di bibir Naya.
“Para hadirin, perlu anda semua ketahui, Arinanda Zafinah Putri yang akrab di panggil Nanda dan Azizah Kanaya atau yang akrab di panggil Naya ini pernah menjuarai sebuah lomba yang mungkin kalian tidak ketahui termasuk saya sendiri sebagai gurunya dan hanya pak kepala sekolah yang tahu, mereka berdua mendapat juara 1 dalam lomba tersebut! Penyerahan hadiah dilakukan oleh pak kepala sekolah dengan hormat kami persilahkan menyerahkan hadiah kepada Arinanda dan Azizah.” Kulihat hadiah uang sebesar 12 juta diberikan kepada kami berdua. Dan 2 buah medali emas untuk kami berdua. Ku lihat sahabat-sahabatku yang bersorak-sorak gembira.
Esokan harinya, ku lihat ada sebuah sms masuk. “Hai Nanda. Ini aku Didit. Entar jam 10 kamu ke sebuah restoran dekat rumah kakakmu yah? Kami tunggu?” kulirik jam dinding. Sudah pukul 8. Aku segera bersiap-siap. Aku sebenarnya sudah dapat mengendarai kendaraan bermotor sendiri. Cuma kakakku takut membiarkankanku. Ketika kakakku ada kuliah tambahan, aku kadang nekad membawa motornya. Tapi, untuk sekarang aku dibolehin karena kakakku lagi ingin mengendarai mobilnya. Dan rencananya juga, orangtuaku dan adekku akan datang nanti sore.
Sudah hampir jam 10, akupun berangkat ke tempat yang dikatakan Didit. Sesampainya disana, semua sahabat-sahabatku sudah pada ngumpul. Kamipun bernostalgia tentang masa-masa di SMP dulu dan kami tak sadar bahwa kami telah tamat SMA.
“ngomong-ngomong, kita ada yang kurang deh.” Kata Aydhil.
“Hm, sepertinya iya. Tapi siapa?” kata Dini.
akupun melihat ke sekeliling. Ternyata betul ada yang kurang. Naya. Dia tidak disini. Kemudian aku mencoba untuk menghubungi telpon Naya.
“Hallo.”
“iya, hallo nak Nanda?”
“Oh, ini mamanya Naya ya? Tante, aku mau nanya, Naya ada di rumah engga?”
“Hiks.” Ku dengar suara isak tangis tante Velga.
“Hallo tante? Ada apa?”
“Begini nak Nay, Naya. Sedang di rawat di rumah sakit dan keadaannya sangat kritis.” Tiba-tiba airmataku turun. Sahabat-sahabatku serontak kaget melihatku.
“Ada apa Nan? Apa yang terjadi sama Nia? Nan? Cerita dong.” Kemudian akupun menceritakan kepada mereka. Kamipun segera menuju rumah sakit tempat Naya di rawat. Didit memboncengku karena dia takut aku kenapa-kenapa kalau aku bawa motor sendiri.
Sesampainya disana, Rani segera bertanya kamar Naya. Setelah itu kami bergegas ke kamar tempat dirawatnya Naya. Ku lihat dia terbaring lemah. Aku segera memegang tangannya dan memanggil namanya pelan sambil terisak.
“Dia begitu pucat dan begitu dingin. Aku cuma bisa mendoakan yang terbaik.” Ujar Rian. Dia anak yang pendiam, namun ketika sudah ngumpul bareng kami, dialah yang paling ribut. Tapi dia memiliki insting dan feeling yang sangat kuat. Katanya, sudah keturunan dari keluarganya memang.
“Rian! Jangan berkata begitu!” kata Dini sambil menyikut Rian.
“Hm, okelah.”
kemudian kulihat Naya tersenyum dan membuka matanya.
“Nay, kamu kenapa? Kamu baik-baik sajakan? Nay.” Kataku masih sambil terisak. Dia hanya tersenyum. Membuatku tambah menangis dan Ranipun ikut menangis di pundak Dini.
“aku, baik-baik saja.” Kata Naya. Akupun terdiam sejenak sambil melihat Naya yang menghembuskan nafasnya panjang.
“Nay,”
“Hm, teman-teman. Terima kasih sudah datang menjengukku. Aku juga berterima kasih atas kebaikan kalian selama ini. Huft. (Naya kembali menghembus nafas panjang) dan aku juga meminta maaf kalau aku banyak salah ke kalian. Mungkin saja, umurku ini sudah tak lama lagi. jadi aku mohon maafkan aku ya.” Rian kemudian berjalan dan menunduk ke telinga Naya. Entah apa yang mereka bicarakan. Rani pun menjawab,
“Kamu –Hiks- kamu engga punya salah apa –hiks- apa ke kita. Kita juga mau minta maaf ke kamu.”
“Iya aku maafin.” Ku lihat begitu indah senyuman Naya. Sangatlah indah. Kemudian, Rian berbisik dan Nayapun mengikuti apa yang dikatakan Rian. Aku hanya dapat terdiam dan mengeluarkan airmata mendengar kata-kata itu. Shalawat dan syahadat.
Tiit.. tiit.. tiitt.. Jantung Naya berhenti berdetak seiring ketika ia tersenyum kepada kami. Tumpahlah air mata kesedihan kami. Akupun berusaha mengguncang-guncang membangunkan Naya. Tetapi, dia tertidur sangatlah lelap. Hanya tangisan yang kami dapat lakukan.
Pagi ini adalah hari pemakaman Naya. Aku harus hadir.
“Nan, bangun nak. Katanya mau ngehadirin pemakaman Nia. Ayolah cepat.” Kata mamaku. Ku lihat abangku yang sudah siap dengan baju berkerah berwarna hitamnya. Akupun segera mandi dan mengganti pakaian.
Tepat di rumah duka, kulihat teman-teman dan sahabat-sahabatku telah berkumpul. Rani datang kemudian memelukku erat.
“Nan, entah apa yang harus kukatain sekarang. Aku engga sanggup melihat sebuah mayat orang yang sangat kita sayangin disana. dan, aku engga nyangka, kita akan berpisah jauh dengannya.” Airmataku pun tumpah lagi. akupun segera berlari masuk dan memeluk erat Naya.
“Naya, walaupun engkau tidak mendengar secara fisik tapi aku yakin arwahmu mendengar apa yang kuucapin. Aku mau berterima kasih, sama kamu! Kamulah penyemangatku! Entah akan jadi apa aku saat ini kalau kamu engga ada kamu. Naya.”
Setelah sholat Dzuhur Naya dimakamkan di TPU terdekat. Ku lihat orang-orang termasuk Didit, Aydhil dan Rian memggendong sebuah keranda yang berisi mayat yang telah dikafani. Naya. Azizah Kanaya. Telah tertidur untuk selama-lamanya.
Setelah pemakaman selesai, sisa aku, rani, aydhil, didit, rian, Nasha dan Dini dipemakaman. Orangtua Nia sudah pulang. Ku lihat sebuah nisan yang bertuliskan nama : AZIZAH KANAYA BINTI NURDIFAN. Kami semua hanya dapat menangis, menangis, dan menangis sedih.
Seminggu setelah sepeninggal Naya, aku akan berangkat Amerika. Sehari sebelum berangkat, aku menyempatkan diri untuk mengunjungi makam Nia. Kemudian, aku berangkat ke bandara oleh keluarga dan sahabat-sahabatku. Karena hari ini juga, Rani berangakat ke Singapura. Jadi barengan deh. Aku ke Amerika ditemani oleh seorang guruku di SMA.
Terima kasih Naya. atas dukunganmu aku bisa sesukses sekarang ini. Sudah hampir 6 tahun kau meninggalkanku. Sekarang aku menjadi seorang penulis terkenal dan aku telah menyelesaikan kuliahku di Amerika. Akupun diterima di sebuah perusahaan di Amerika. Sahabatku yang lain pula kini sudah menjadi orang yang sukses. Rani berhasil menjadi seorang desainer muda terkenal. Didit sibuk dengan semua proyeknya. Didit kini menjadi seorang arsitek muda. Dini dan Nasha berhasil mewujudkan mimpi mereka berdua membuka sebuah restoran. Rian kini kerja di Rusia sebagai ilmuwan, dan oh, ya Aydhil! dia bekerja sebagai seorang dokter. Bangga rasanya kami semua telah sukses. Saat ada reuni angkatanku dan angkatan sahabat-sahabatku pun, ku lihat teman-temanku sudah pada sukses dan ada pula sudah memiliki anak. Di acara tersebut, kami memanjatkan doa bersama untuk alm. Naya.
Selamat jalan Sahabatku. Semoga engkau tenang berada di sisi-Nya
-THE END-
Cerpen Karangan: Nurul Fatimah Az Zahrah
Blog: azzahrahnurul.blogspot.com
Facebook: Nurul Fatimah Az Zahrah
Demikian, jangan lupa untuk membaca cerpen cinta dan cerpen persahabatan lainnya di blog ini..
0 comments:
Post a Comment